Logo

Search the Maliki Encyclopedia

Article Kurikulum dengan Pendekatan Montessori: Self-Correcting dan Pembelajaran Berpusat pada Anak

Kurikulum dengan Pendekatan Montessori: Self-Correcting dan Pembelajaran Berpusat pada Anak

Salah satu yang menjadi tren dalam dunia pendidikan anak usia dini saat ini adalah didirikannya berbagai  lembaga sekolah yang mengatasnamakan “Montessori”. Sesungguhnya pemilik dari nama tersebut adalah Maria Montessori (1870-1952), seorang filsuf pendidikan sekaligus dokter neuropatologi dari Italia pada akhir abad 19. Beliau mengembangkan suatu model pendidikan bagi anak yang didasarkan pada aktivitas kesadaran diri, pembelajaran langsung, dan permainan kolaboratif. Selain itu, anak-anak didorong membuat pilihan kreatif dalam pembelajaran mereka, sementara para guru menawarkan kegiatan yang sesuai dalam memandu prosesnya1Febrian, R(2020). Ide tersebut muncul ketika Maria Montessori mengikuti kegiatan yang diadakan oleh lembaga pelatihan guru bagi sekolah anak berkebutuhan khusus. Sejak saat itu, beliau mulai mendalami dan mengembangkan sistem pendidikan yang ideal bagi seluruh anak terutama yang memiliki kebutuhan khusus. Kemudian, Maria Montessori membuat sekolah Casa dei Bambini (Childern’s House) dan mempraktikkan model pendidikan tersebut untuk pertamakalinya pada tahun 1907. Adapun kurikulum yang digunakan oleh Casa dei Bambini merupakan kurikulum berdasarkan konsep Montessori yang kini diadaptasi oleh ribuan sekolah di seluruh penjuru dunia.

Menurut Maria Montessori, pendidikan merupakan sebuah proses alamiah yang dilakukan oleh setiap individu. Hal tersebut diperoleh tidak hanya dengan mendengarkan perkataan saja, akan tetapi juga dengan pengalaman terhadap lingkungan di sekitarnya2Oktarina, A. dan Maemonah (2019). Pendidikan yang dimaksud oleh beliau menjadi portal utama untuk menuju level kehidupan selanjutnya. Apabila tidak dikawal dengan baik, efeknya dapat berkepanjangan bahkan hingga sepanjang hidup seseorang. Pendidikan dikatakan ideal apabila anak mampu mengembangkan kemampuannya sendiri3Edwards, C. P. (2002). Dengan kata lain, anak bebas berkesempatan untuk bergerak dan melakukan apapun yang dikehendakinya. Sebab, pada dasarnya anak ingin menemukan apa yang dibutuhkannya untuk menuntaskan rasa ingin tahu mereka.

Adapun ciri khusus dari pendekatan Montessori yakni menekankan pada pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya. Ciri yang paling menonjol selanjutnya yaitu adanya penggunaan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep. Dengan penggunaan koreksi diri tersebut, Montessori berkeyakinan bahwa anak akan menyadari kekeliruannya sendiri sehingga dapat mendorong mereka untuk mengulangi, mencoba, dan memperbaiki kesalahannya4Afifah, D. N. dan Kuswanto (2020). Selain itu, Montessori berkeyakinan bahwa hal tersebut akan melatih kemandirian dan kedisiplinan pada diri anak. Hal tersebut sangat menunjang 6 aspek perkembangan anak, terutama dalam aspek sosio- emosional.

Tujuan dari pendekatan Montessori yaitu untuk membantu anak agar dapat mengembangkan potensi diri sepenuhnya5Roopnarine, J. L. dan Johnson, J. E. (2009). Oleh karena itu, keunikan dari pendekatan Montessori dibandingkan dengan pendekatan lain adalah kegiatan pembelajaran yang berpusat pada anak. Dalam pandangan Montessori, tenaga pendidik memiliki peran sebagai seorang direktris, yaitu mengarahkan dan memberi koreksi bagi anak yang dilekatkan pada struktur latihan koreksi diri. Tenaga pendidik juga menyiapkan diri sendiri serta lingkungan yang merangsang dan menantang agar tercipta situasi pembelajaran yang spontan6Lillard, A. S. (2012). Dan yang terakhir, tenaga pendidik bertindak sebagai penghubung antara anak dan media pembelajaran serta mengamati dan memperhatikan bagaimana anak melakukan kegiatan secara mandiri.

Montessori mengembangkan kurikulum berdasarkan keryakinan bahwa anak memiliki creative sensibilities dan absorbent mind pada periode sensitifnya. Periode sensitif ini dapat digunakan untuk membantu anak beradaptasi dengan lingkungannya7Halimah, L. (2019). Pengembangan motorik, sensorik, sosio-emosional, dan bahasa anak dapat diberikan sepanjang periode sensitif karena pada masa ini anak memiliki kesiapan yang tinggi dalam menerima pembelajaran. Pada masa ini, anak harus diberikan alat permainan yang juga dapat menunjang perkembangan potensi dari masing-masing anak.

Adapun ranah-ranah yang menjadi pusat dalam kurikulum Montessori yakni dikelompokkan sebagai berikut8Morrison, G. S. (2014):

Tabel 1. Ranah Kurikulum Montessori

No.RanahKeterangan
1.Latihan Kehiduoan PraktisPada ranah ini, anak diberi kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di lingkungan sekitarnya. Melalui kesempatan ini, anak belajar untuk membantu diri sendiri, berkonsentrasi, dan mengembangkan kebiasaan baik9Kirkham, Julie, dan Kidd, E. (2020). Adapun contoh aktivitasnya yakni membersihkan kaca, membuka dan menutup kancing  baju/botol/kotak,  mengelompokkan benda sesuai dengan ciri khususnya, dan lain-lain.
2.PenginderaanPada ranah ini, anak dapat belajar untuk menilai dan membedakan dimensi, berat, tinggi, tekstur, warna, suara, bau, dan sebagainya. Selain itu, anak juga dapat mengembangkan bahasa dan mengontrol otot halus dalam melakukan berbagai aktivitas seperti melukis dengan jari, menjepit, dan masih banyak lagi.
3.MatematikaKonsep matematika diperkenalkan kepada anak dengan cara yang menarik. Metode yang dirancang harus disesuaikan dengan kebutuhan anak untuk merekayasa bahan/benda hingga mereka sampai pada tahap konsep abstrak yang terkait dengan dunia angka.
4.BahasaMontessori menekankan bahasa lisan sebagai dasar dalam semua ekspresi kebahasaan10Isaacs, B. (2016). Anak diharapkan dapat mendengar dan menggunakan kosakata dengan tepat dalam berbagai kegiatan. Sedangkan bahasa tulisan diperkenalkan pada anak melalui huruf-huruf yang dapat dianalogikan dengan benda.
5.KebudayaanPada ranah ini, anak diperkenalkan mempelajari sejarah, geografi, ilmu pengetahuan alam, sosial, dan budaya melalui berbagai aktivitas sederhana. Anak juga dapat belajar melalui kegiatan diskusi mengenai dunia di sekitarnya,
pengalaman di masa lalu dan sebagainya.

Notes

  • 1
    Febrian, R(2020)
  • 2
    Oktarina, A. dan Maemonah (2019)
  • 3
    Edwards, C. P. (2002)
  • 4
    Afifah, D. N. dan Kuswanto (2020)
  • 5
    Roopnarine, J. L. dan Johnson, J. E. (2009)
  • 6
    Lillard, A. S. (2012)
  • 7
    Halimah, L. (2019)
  • 8
    Morrison, G. S. (2014)
  • 9
    Kirkham, Julie, dan Kidd, E. (2020)
  • 10
    Isaacs, B. (2016)

Bibliographical Entries

  • Morrison, S. (2014). Early childhood education today twelfth edition. 11.
  • Oktarina, A. & Maemonah. (2020). Filsafat pendidikan Maria Montessori dengan teori belajar progresivisme dalam pendidikan Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 6(2), 64–88. http://dx.doi.org/10.22373/bunayya.v6i2.7277
  • Febrian, (2020). Maria montessori dan rahasia metode pembelajaran di sekolahnya. tirto.id. https://tirto.id/maria-montessori-dan-rahasia-metode-pembelajaran-di-sekolahnya-cRto
  • Afifah, N. & Kuswanto. (2020). Membedah pemikiran Maria Montessori pada pendidikan anak usia dini. Pedagogi, 6(2), 57–68.
  • Roopnarine, L. & Johnson, J. E. (2009). Pendidikan anak usia dini dalam berbagai pendekatan. Prenada Media Group.
  • Halimah, L. (2009). Pengembangan kurikulum pendidikan anak usia dini. Refika Aditama
  • Lillard, S. (2012). Preschool children’s development in classic Montessori, supplemented Montessori, and conventional programs. J. Sch. Psychol., 50(3), 2–24.
  • Kirkham, Julie, & Kidd, E. (2020). The effect of Steiner, Montessori, and national curriculum education upon children’s pretence and creativity. Head, 51(1), 20–34. https://doi.org/10.1002/jocb.83 10.1002/jocb.83.
  • Edwards, P. (2002). Three approaches from Europe: Waldorf, Montessori, and Reggio Emilia. J. Dev. Care, Educ. Young Childern, 4(1).
  • Isaacs, (2016). Understanding the montessori approach. David Fulton Book.  

Citation

Rikza Azharona Susanti: „Kurikulum dengan Pendekatan Montessori: Self-Correcting dan Pembelajaran Berpusat pada Anak“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,