Logo

Search the Maliki Encyclopedia

Article Ikan (Pisces)

Ikan (Pisces)

Penciptaan hewan dan tumbuhan memberikan manfaat yang besar terhadap kehidupan manusia di muka bumi. Diantaranya dijadikan makanan dan minuman berupa daging, telur, dan sayur-sayuran sebagai pemasok energi untuk kelangsungan hidup manusia. Selain sebagai makanan dan minuman, hewan dan tumbuhan pula diciptakan untuk memelihara kelestarian ekosistem yang berperan penting dalam pembentukan ekosistem bumi. Berdasarkan peranan dalam kehidupan manusia, maka islam meletakan nilai yang tinggi terhadap penciptaan kedua makhluk tersebut. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan nama hewan dan tumbuhan dalam al-Quran diantaranya surah al-Baqoroh, surah al-Fiil, surah surah  al-Tin, surah al-An’am, surah al-Naml, surah  al-Ankabut dan surah an-Nahl.

Secara umum, Allah subhahu wa ta’ ala telah menjelaskan penciptaan hewan yang meliputi ciri dan bentuknya dalam al-Quran surah an-Nur ayat 45.

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan kedua kaki sedang (sebagian yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nyasesungguhnya Allah Maha Kuasatas segala sesuatu (QS an-Nur 45).

Berdasarkan ayat tersebut Allah subhahu wa ta’ ala menjelaskan bahwa hakikat penciptaan jenis hewan berasal dari air. Ayat tersebut membuktikan bahwa air merupakan elemen utama dalam semua komposisi makhluk hidup. Selain itu, ayat tersebut juga menjelaskan tentang keanekaragaman hewan yang diciptakan yaitu makhluk-makhluk yang berjalan tersebut ada yang berjalan melata dengan perutnya seperti ular dan sejenisnya, dan sebagian ada yang berjalan dengan dua kaki seperti manusia dan burung, dan sebagian ada yang berjalan dengan empat kaki seperti binatang-binatang ternak dan semacamnya. Allah menciptakan apa yang Dia  kehendaki. Baik yang telah disebutkan itu ataupun yang belum disebutkan, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tiada satupun yang membuat-Nya lemah (Mikdar et al, 2017).

1. Belut Sawah (Monopterus albus)

Belut Sawah (Monopterus albus) adalah jenis ikan anggota suku Synbranchidae (belut), ordo synbranchiiformeyang sinonim dengan Fluta alba (Zuiew, 1793) dan Muraena alba (Zuiew, 1793). Belut sawah sering disebut dengan nama lain yaitu belut rawa, belut padi atau belut rawa asia. Ikan ini mempunyai nilai ekonomi dan ekologi yang sangat tinggi. Bernilai ekonomi karena belut sawah merupakan sumber protein sehingga dapat dimakan dan dibudidayakan. Sedangkan bernilai ekologi karena belut sawah dapat menjadi indikator pencemaran lingkungan. Hilang atau punahnya hewan ini maka dapat menandakan terjadi pencemaran lingkungan yang sangat  parah.

Gambar 1. Monopterus  albus (Santoso, 2014)

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Synbranchiiformes

Famili: Synbranchidae

Genus: Monopterus

Spesies: Monopterus albus

Sinonim

Fluta alba (Zuiew, 1793) Muraena alba (Zuiew, 1793)

Nama Umum

Belut rawa, belut padi, belut rawa Asia

Belut sawah memiliki bentuk tubuh yang anguiliform (pipih memanjang), bertubuh licin tanpa sisik dengan panjang saat dewasa sekitar 25 hingga 40 cm dan panjang maksimum sekitar 1 meter. Belut sawah memiliki bentuk ekor yang meruncing, moncong yang tumpul serta tidak memiliki sirip dada dan perut. Sirip  punggung, dubur dan ekor tidak sempurna. Sirip ini berfungsi untuk melindungi belut agar tidak mudah berguling dan membantu saat belut tiba-tiba berhenti. Belut sawah memiliki selaput insang yang menyatu, terdapat insang berbentuk V yang terletak dibagian bawah kepala. Insang ini berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik. Belut ini memiliki mulut dengan ukuran besar dan lentur, kedua rahang atas dan bawah terdapat gigi kecil yang berfungsi untuk memakan ikan kecil, krustasea, cacing dan hewan air kecil lainnya. Belut sawah memiliki warna yang bervariasi yaitu coklat hingga kelabu, tetapi umumnya berwarna coklat dengan bintik-binti gelap yang tidak  beraturan. Hewan ini merupakan hermafrodit dimana ketika pada saat muda belut ini berjenis kelamin betina sedangkan dalam usia lebih tua akan berubah menjadi jantan. Belut betina bersarang dilubang untuk meletakan telur-telurnya pada busa-busa di air yang dangkal. Jika telur menetas keluarlah belut yang semuanya berjenis kelamin betina.

Belut sawah menyukai lingkungan yang mencakup lahan basah berlumpur, air tawar, dangkal sawah, parit, kolam, sungai, kanal, danau dan waduk. Kedalaman optimal untuk kelangsungan hewan ini adalah kurang dari tiga meter. Belut ini dapat hidup dalam berbagai tingkat oksigen yaitu dapat memperoleh oksigen hingga 25% dari udara. Belut ini juga merupakan hewan nokturnal.

Monoptera albusmemliki distribusi yang luas yaitu berasal dari daerah tropis dan subtropis sebagian besar Asia timur dan tenggara, mulai dari barat hingga India, Jepang dan kepulauan Indonesia. Bahkan sekarang telah dilaporkan bahwa belut telah menghuni rawa-rawa di Hawaii  Florida dan Georgia di Amerika Serikat dan dianggap sebagai hewan invasif.

Melalui alat pernafasan sekunder yang dimilikinya dan ikan ini mampu beradaptasi pada beberapa kondisi lingkungan bahkan pada lingkungan yang miskin oksigen sekalipun. Potensi tersebut telah menempatkan ikan belut sawah sebagai spesies yang memiliki kemampuan plastisitas fenotipik yang tinggi yang ditandai dengan munculnya pola warna tubuh, bintik hitam di sepanjang tubuh, dan bentuk ekor yang beragam (Herdiana et al, 2017). Ikan belut sawah juga memiliki visual yang sangat mirip dengan spesies Monopterus cuchia maupun Monopterus javanensis. Berdasarkan deskripsi atribut eksternal yang digambarkan oleh Herdiana et al (2017) yaitu keragaman fenotip dapat diekspresikan oleh genotip yang heterogen maupun homogen, sehingga memunculkan fenomena cryptic species maupun complex.

Wilayah distribusi yang luas serta kondisi habitat yang terpisah secara geografis memberikan peluang bagi genus Monopterus untuk muncul sebagai spesies yang memiliki keragaman genetik yang tinggi atau muncul sebagai spesies dengan varietas baru seperti halnya pada spesies Cyprinus carpio (Mabuchi et al. 2005). Pada tahun 2016, spesies baru Monopterus luticolus ditemukan di wilayah Cameroon, Afrika oleh Britzet  al. (2016). Spesies tersebut menjadi spesies ke 14 dari genus Monopterus setelah spesies Monopterus ichthyophiidae (Britz et al. 2016).

Belut merupakan sumber protein penting bagi masyarakat, sehingga belut ini dibudidayakan di beberapa negara diantaranya Indonesia, Kamboja, Thailand, Myanmar, Cina, Laos dan negara-negara Asia lainnya. Belut ini dibudidayakan di sawah polikultur dan dijual sebagai produk makanan. Di Bali belut dikenal sebagai lindung, belut dikeringkan dan dijual hampir di setiap pasar desa untuk digunakan dalam persembahan hindu.

Belut adalah salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Hal ini karena permintaan belut baik di pasar domestik maupun mancanegara cendrung meningkat. Contohnya saja di negara-negara kawasan Asia, permintaan akan belut di negara ini dapat mencapai 60 ton perhari dan hanya terpenuhi 10%  dari angka  tersebut (Herdiana et  al,  2017). Dalam usaha budidaya belut, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah pakan. Pemberiaan pakan diatur sesuai dengan sifat hewan untuk memacu pertumbuhan dan akhirnya memperoleh produksi yang tinggi (Herdiana et al, 2017). Agar pertumbuhan belut baik dan cepat diperlukan pakan yang cocok. Salah satunya mencari pakan dengan kandungan protein tinggi. Menurut Herdiana et al (2017) belut merupakan hewan karnivor yang membutuhkan pakan yang mengandung protein sekitar  65-70%.

2. Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan lele budidaya dari Famili Clariidae. Dinamakan dumbo karena ukurannya lebih besar dari rata-rata lele lokal. Ikan ini berasal dari Afrika, jika dibandingkan dengan lele lokal (lele kampung C.batrachus dan C. macrocephalus) lele dumbo berukuran lebih besar dan patilnya tidak tajam sehingga banyak yang disukai konsumen. Spesies ikan lele Afrika C. gariepinus dengan nama sinonim C. lazera dan C. mossambicus (Teugels, 1984) merupakan spesies ikan lele yang memiliki laju pertumbuhan tinggi, serta dapa mencapai ukuran yang besar dan potensi budidayanya telah dikenal luas di dunia (Na-Nakorn, 1999; Brummet, 2008; NaNakorn & Brummet, 2009).

Gambar 2. Clarias gariepinus (www-bisukma-saurdoth.com)

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Teleosteii

Ordo: Siluriformes

Famili: Clariidae

Genus: Clarias

Spesies: Clarias gariepinus

Sinonim

Clarias lazera (Valencienes, 1840)

Clarias mossambicus (Peters, 1852)

Clarias macracanthus (Gunther, 1864)

Nama Umum

Lele, lele dumbo

C. gariepinus merupakan ikan lele yang berukuran besar seperti belut, ikan ini berwarna abu-abu tua atau hitam di punggung. C. gariepinus dewasa memiliki panjang rata-rata 1-1,5 meter bahkan ada yang memiliki panjang maksimum 1,7 meter. C. gariepinusmemiliki berat hingga 60 kg. C. gariepinus memiliki tubuh ramping, bentukan kepala bertulang rata dan mulut berbentuk lebar dengan memiliki empat pasang duri. C. gariepinusjuga memiliki organ pernapasan aksesoris besar yang terdiri dari lengkungan insang yang dimodifikasi. Ikan ini hidup di air tawar, danau, sungai dan rawa serta habitat yang dibuat manusia seperti kolam oksidasi atau bahkan sistem pembuangan limba perkotaan, karena ikan ini mampu bertahan hidup dalam saluran air buangan.

Secara alami ditemukan di berbagai tempat di Afrika dan Timur Tengah dan telah diperkenalkan di seluruh dunia pada awal 1980-an untuk keperluan budidaya, bahkan ditemukan di negara-negara yang jauh dari luar habitat aslinya seperti Brazil, Vietnam, Indonesia dan India. Akan tetapi ada literatur yang mengatakan di Indonesia terdapat ketidakjelasan identitas ikan lele dumbo, hal ini karena adanya ketidakpastian status sebagai spesies murni ikanlele Afrika C. gariepinusataumerupakan ikan lele hibridahasil hibridisasinya dengan spesies ikan lele Taiwan C. fuscus. Identitas ikan lele dumbo dalam buku- buku populerdisebut-sebut sebagai ikan lele hibrida hasil hibridisasiantara betina ikan lele C. fuscus dengan jantan C. gariepinus. Akan tetapi pada studi literatur yang dilakukan oleh Iswanto (Tanpa tahun) mengatakan bahwa C. gariepinusbukan merupakan spesies hibridasi dari jenis ikan lele manapun.

Ikan lele dumbo memiliki strain yang tersebar di Indonesia diantaranya adalah ikan lele sangkuriang, masamo dan paiton. Ikan lele Sangkuriang merupakan hasilpersilangan balik antara induk jantan lele dumbo dariF2 dengan induk betina dari F6 di BBBAT Sukabumi. Ikan lele Masamo yang digunakan merupakan ikan lele dumbo hasil pengembangan PTMatahari Sakti, Sidoarjo yang induknya berasal dariikan lele Afrika dan lele dumbo. Ikan lele Paiton adalah hasil perkawinan antara induk lele dumbobetina asal Thailand dan induk jantan lele dumbo di daerah Paiton, Probolinggo, Jawa Timur (Agriflo,2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al (2018) diketahui bahwa strain lele yang berkerabat lebih dekat adalah strain masamo dan paiton.

Ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang potensial dapat dikembangkan pemanfaatannya dalam skala industri (Danish et al, 2012). Salah satu daerahpengembangan budidaya ikan air tawar, contohnyaikan lele dumbo adalah Provinsi Nusa TenggaraBarat. Tercatat produksi ikan air tawar sebesar240 ribu ton atau sekitar 30% dari produksi totaldari budidaya ikan sebesar 887,4 ribu ton pada tahun2014 (Pusdatin, 2015).Salah satu kendala dalam budidaya ikanlele dumbo adalah ketersediaan benih kurangmencukupi kebutuhan pembudidaya. Olehsebab itu, teknik pemeliharaan dalam usahabudidaya ikan lele dumbo perlu dikembangkan.Salah satu cara pengembangan budidaya yaitupenambahan nutrisi pakan alami larva ikan leledengan cara pengkayaan.

3. Ikan Pari Manta Pasifik (Manta birostris)

Ikan pari manta merupakan salah satu spesies pari tersbesar di dunia dan tidak berbahaya karena bukan merupakan pari yang beracun. Ekor dari pari ini pun tidak memiliki sengatan seperti pari lainnya. Oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan bahwa ikan pari ini kedepannya akan terancam punah. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat kegiatan perikanan dan kawasan laut yang semakin terpolusi, dan tingginya perburuan ikan pari manta karena insangnya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, sementara siklus kelahiran pari manta sangat rendah.

Gambar 3. Manta birostris (Last et al, 2010)

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Condrichtyes

Ordo: Rajiformes

Famili: Myliobatidae

Genus: Manta

Spesies: Manta birostris

Sinonim

Nama Umum

Pari Manta

Persebaran pari manta sangat luas dan juga bentuknya yang unik sehingga ikan ini memiliki banyak nama yaitu mulai dari manta pasifik, manta atlantik, devil fish dan sea devil. Selain itu di Indonesia pari ini pun mempunyai banyak nama yaitu diantaranya cawang kalung, plampangan dan pari kerbau.

Manta pasifik digolongkan ke dalam famili Myliobatidae yang terdiri dari 40 spesies pari yang berbeda. Famili dari ikan pari ini juga dikenal sebagai pari elang, hal ini dikarenakan tidak hidup di dasar laut akan tetapi berenang bebas. Famili Myliobatidae dibagi dalam 4 subfamili dan pari manta dimasukan kedalam subfamili Mobulinae. Subfamili ini juga terdapat ikan pari dari genus mobula yang memiliki ciri fisik sama seperti ikan manta akan tetapi genus mobula lebih kecil struktur tubuhnya. Terdapat 3 spesies yang tergolong ke dalam genus manta yaitu Manta birostris, Manta hamiltoni, dan Manta raya, yang ketiganya digolongkan ke dalam spesies ikan pari manta secara genetik, sedangkan perbedaannya hanya terdapat pada ukuran tubuh yaitu ada manta yang berukuran besar dan ada yang berukuran kecil.

Ikan pari manta pasifik memliki lebar tubur mulai dari ujung sirip dada ke ujung sirip tubuh lainnya mencapai hampir 7 meter, bahkan ada yang melaporkan bahwa panjang manta mencapai 9,1 meter dan berat manta mencapai 3 ton. Sirip dada dari ikan manta terlihat sangat lebar sehingga pari manta terlihat pipih. Manta bergerak memakai sirip dadanya dengan cara mengombakkannya dari bagian dekat kepala hingga ke belakang tubuh sehingga jika dilihat manta seperti terbang di dalam laut. Ekor manta sendiri lebih pendek dibandingkan dengan ekor ikan pari kebanyakan dan tidak bersengat. Kulit manta juga diselubungi lapisan lendir yang jauh lebih tebal dibandingkan ikan pari yang lain. Lapisan lendir ini diduga ada hubungannya untuk melindungi kulitnya yang rentan. Manta juga memiliki ukuran otak yang lebih besar dibandingkan ikan pari lain dan hiu kerabatnya sehingga mereka dianggap lebih cerdas dibandingkan kerabatnya yang lain.

Ciri khas dari manta pasifik adalah terdapat sepasang tanduk yang terdapat di dekat mulut. Tanduk ini merupakan sepasang sirip sefala yang berfungsi untuk memasukan air laut yang terdapat plankton yang merupakan makanan ikan pari manta dan ditekukan ke dalam mulut. Di dalam mulut manta terdapat 300 gigi kecil. Gigi pari manta tidak digunakan untuk makan tetapi digunakan saat melakukan perkawinan. Selain itu, terdapat 5 pasang insang yang terdapat dibagian bawah tubuhnya. Insang ini berfungsi untuk mengeluarkan air yang berasal dari mulut. Di dalam cela insang terdapat tapis insang (filter plate) yang berfungsi untuk menangkap plankton yang masuk bersama dengan air laut.

Manta memiliki warna tubuh yang bervariasi mulai dari hitam, biru keabu-abuan, coklat. Pola tubuh manta juga bervariasi di mana pada pari manta yang ditemukan di Pasifik timur bagian bawah tubuhnya berwarna dominan hitam, sementara pada jenis pari manta yang ditemukan di Pasifik barat, warna bagian bawah tubuhnya pucat. Warna yang bervariasi tersebut memudahkan untuk membedakan manta dari suatu wilayah. Manta pasifik mempunyai tanda warna yang jelas dinagian dorsal (punggung), pada bagian ventral (perut) tidak terdapat noktah diantara kedua baris insang dan memiliki wrana hitam di dekat mulut.

Ikan pari manta ditemukan di lautan tropis di seluruh dunia kurang lebih antara 35o lintang utara hingga 35o lintang selatan. ari Manta umumnya ditemukan di perairan karang, gosong karang atau di dekat gunung-gunung karang. Di Indonesia sering ditemukan di perairan karang yang masih relatif baik dan belum banyak terganggu oleh aktivitas penangkapan, mulai dari perairan barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, timur Kalimantan, Laut Cina Selatan, Laut Banda, perairan Sulawesi, Maluku dan Papua. Sedangkan pari manta yang dilihat sebagai objek wisata terdapat di KKP Nusa Penida, Taman Nasional Komodo, Selat Dampier – Kepulauan Raja Ampat, dan Kepulauan Derawan.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan jenis manta tersebut sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4/KEPMEN-KP/2014. Proses penetapan status perlindungan pari manta ini diinisiasi oleh Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Ditjen PRL dengan mengacu pada criteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang “Konservasi Sumber Daya Ikan”. Konferensi ke 16 Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), Maret 2013, telah menempatkan ikan pari manta dalam daftar Apendiks II CITES. Daftar tersebut berisi nama flora dan fauna yang perdagangan internasionalnya membutuhkan pengawasan kuat.

4. Ikan Hiu (Carcharhinus limbatus)

Gambar 4. Carcharinus limbatus (Randall, J.E., 1997)

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Condhrichtyes

Ordo: Carcharhiniformes

Famili: Carcharhinidae

Genus: Carcharinus

Spesies: Carcharinus limbatus

Sinonim

Carcharhinus natator Meek and Hildebrand, 1923

Carcharias aethlorus Jordan and Gilbert, 1882

Carcharias ehrenbergi Klunzinger, 1871

Carcharias limbatus Müller and Henle, 1839

Carcharias microps Lowe, 1841

Carcharias muelleri Steindachner, 1867

Carcharias phorcys Jordan and Evermann, 1903

Carcharias pleurotaenia Bleeker, 1852

Gymnorhinus abbreviatus Hemprich and Ehrenberg, 1899

Carcharias aethalorus Jordan and Gilbert, 1882.

Nama Umum

Hiu Kejen, Hiu Lanjaman, Hiu Merak Bulu, Black-tip Shark

Carcharhinus limbatus (Hiu Lanjaman) merupakan salah satu ikan dari anggota kelas Chondrichtyes yang lazim ditemui oleh manusia karena distribusi dan pemanfaatannya yang cukup luas. Ikan ini termasuk dalam kelas Chondrichtyes karena memiliki kerangka tuuh yang terdiri dari tulang rawan, subkelas Elasmobranchii, bangsa Carcharhiniformes, suku Carcharhinidae, marga Carcharhinus (berasal dari Bahasa Yunani karcharos = tajam, runcing dan rhinos = hidung) dan spesies Carcharhinuslimbatus. Anggota marga Carcharhinus memiliki sekitar 31 spesies yang juga tersebar luas hampir di seluruh laut dunia (ITIS). Wilayah Indo-Pasifik Barat diyakini menjadi episentrum keanekaragaman kelompok hiu ini (Compagno, 1984).

Hiu ini memiliki ciri tubuh panjang yang kompak dan terlihat berisi namun ramping. Kepala ikan hiu ini memiliki moncong yang runcing, celah insang yang panjang dan tegak. Sirip punggung terlihat tinggi. Secara keseluruhan, tubuh ikan ini berwarna abu-abu gelap. Ciri khusus yang dimiliki ikan hiu ini adalah terdapat warna hitam pada seluruh ujung siripnya terkecuali pada sirip perut.

Ikan hiu lanjaman ini tersebar luas hampir di seluruh perairan laut dunia (kosmopolitan) (Claro, 1994) yang beriklim tropis hingga subtropis (FMNH, 2005). Habitat ikan ini berada di perairan laut hingga payau dan sering beraktivitas di sekitar terumbu karang (reef-associated) hingga kedalaman 30 meter di bawah permukaan laut. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa ikan ini terkadang dapat ditemui di pesisir, muara sungai berair payau, perairan di tegakan bakau, hingga sekitar terumbu karang (Compagno, 1984). C. limbatus diketahui memangsa kelompok ikan pelagis, cephalopoda (cumi-cumi dan gurita), krustasea, hingga sesama hiu yang berukuran lebih kecil (Myers, 1999). C. limbatus termasuk ikan yang bersifat vivipar (Dulvy dan Reynolds, 1997). C. limbatus termasuk sebagai ikan pemangsa dan berbahaya jika merasa terganggu (Compagno, 1984).

Selama ini, sumber perolehan dari ikan ini hanya berasal dari tangkapan nelayan di lautan lepas. Hal ini berpotensi menurunkan populasinya di laut jika penangkapan ikan ini berlebihan. Beberapa upaya penangkaran hiu ini telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia seperti di perairan sekitar Karimunjawa, namun hal ini dinilai gagal dikarenakan ikan hiu memerlukan habitat dan ruang gerak yang luas.

Menurut Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut tahun 2016, C. limbatus merupakan salah satu spesies hiu yang sering ditangkap dan dikonsumsi manusia. Pemanfaatan dari hiu ini selain untuk dimakan dagingnya yaitu untuk diambil sirip, tulang, dan minyaknya. Selain sebagai bahan konsumsi, hiu juga dimanfaatkan sebagai akuarium hias yang disesuaikan dengan habitat aslinya. Di lain pihak, pemanfaatan ikan ini juga harus meninjau kembali keberadaannya di habitat asli. Penangkapan yang berlebihan dapat mengancam keberadaan dan berpotensi menurunkan populasinya. Diketahui juga terdapat beberapa cara pemanfaatan ikan hiu yang kurang tepat, seperti praktek finning, yaitu mengambil hanya bagian sirip ikan hiu, namun dilepas kembali dengan keadaan sirip yang telah diambil (Dharmadi dkk., 2015) Maka dari itu, upaya pelestarian sangat perlu dilakukan guna menjaga keberadaan ikan hiu ini di habitat aslinya.

5. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Gambar 5. Oreochromis niloticus (Stiassny, 2003))

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Perciformes

Famili: Cichlidae

Genus: Oreochromis

Spesies: Oreochromis niloticus

Tilapia crassipina Arambourg, 1948;

Perca niloticaLinnaeus, 1758,

Oreochromis nilotica; Linnaeus, 1758,

Sarotherodon niloticus; Linnaeus, 1758,

Tilapia nilotica; Linnaeus, 1758,

Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758,

Tilapia niloticus; Linnaeus, 1758,

Chromis guentheri Steindachner, 1864

Tilapia eduardiana Boulenger,  1912

Tilapia inducta; Trevawas 1933

Tilapia vulcani Trevawas 1933

Nama Umum

Nila, Nila Merah, Nile Tilapia

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang tergolong sering dijumpai dan dimanfaatkan oleh manusia. Spesies ikan ini termasuk ke dalam ikan yang banyak dibudidayakan sebagai ikan konsumsi. Ikan nila termasuk dalam kelompok ikan bertulang keras (Osteichtyes), kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Suku Cichlidae, marga Oreochromis (Latin, aurum= emas dan Yunani, chromis = ikan) dan spesies Oreochromis niloticus.

Ikan nila memiliki sirip lengkap, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip anus (anal fin), sirip perut (ventral fin), dan sirip ekor (caudal fin). Secara keseluruhan, ikan nila memiliki tubuh pipih dengan warna abu abu kehitaman. Ikan ini memiliki ukuran kepala yang relatif kecil dibandingkan dengan tubuhnya dengan mata yang tampak besar dan menonjol. Terdapat linea lateralis atau gurat sisi pada bagian samping (lateral) tubuhnya. Karakter khas yang dimiliki ikan ini adalah adanya garis vertikal berwarna hitam di tubuh bagian samping hingga sirip ekor (caudal fin) (Eccles, 1992).

Ikan nila termasuk dalam kelompok ikan pemakan segala (Omnivora), sehingga dapat mengonsumsi makanan dari sumber hewani maupun nabati (Amri dan Khairuman, 2003 ). Makanan utama ikan nila berupa fitoplankton hingga larva serangga yang hidup di perairan. Anakan ikan nila realtif lebih bersifat omnivora dibandingkan ikan dewasa (Lamboj, 2004).

Habitat ikan nila berada pada perairan air tawar seperti sungai, waduk, danau, rawa-rawa hingga perairan payau di daerah beriklim tropis. Ikan ini dapat memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas (eurihalin) shingga dapat ditemui pada perairan payau. Ikan nila juga berpotensi sebagai spesies yang invasif pada perairan di daerah beriklim hangat dikarenakan memiliki daya reproduksi yang tinggi dan toleransi yang luas terhadap salinitas, suhu, pH, hingga oksigen terlarut dalam air (Harrysu, 2012).

O. niloticus merupakan ikan asli dari dataran Afrika. Sesuai dengan nama ilmiah penunjuk spesiesnya, yaitu niloticus yang merujuk pada sungai Nil di Afrika. Secara alami, ikan ini diketahui juga di danau-danau dan cekungan di dataran Afrika (Trewavas, 1983) lalu di bawa ke Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan Asia. Di Indonesia, ikan ini merupakan ikan introduksi yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Perbedaan ikan jantan dan betina dapat diketahui melalui organ genitalnya. Ikan jantan memiliki tonjlan kecil yang runcing di dekat anus sebagai saluran pengeluaran sperma. Ikan betina memiliki lubang genital yang berada di dekat anusI. Selain itu, ciri yang dapat dilihat untuk membedakan ikan jantan dan betina adalah bentuk dan warna tubuhnya. Ikan nila jantan memiliki tubuh berwarna gelap dan bentuknya cenderung ramping, sedangka ikan betina memiliki bentuk tubuh yang cenderung membulat dan membesar pada bagian perutnya (Suyanto, 2003). Ikan nila termasuk ke dalam ikan ovipar, yaitu berkembangbiak secara bertelur. Fertilisasi pada ikan ini juga secara eksternal. Ikan nila memiliki perilaku pengasuhan yang unik. Telur ikan nila betina yang telah dkeluarkan akan dibuahi oleh ikan pejantan. Selanjutnya, telur yang telah dibuahi akan dimasukkan ke dalam mulut ikan betina hingga menetas

Ikan ini banyak dibudidayakan dan juga memiliki banyak subspesies. Beberapa contoh subspesies O. niloticus yang telah diketahui antara lain Oreochromis niloticus baringoensis, Oreochromis niloticus cancellatus, Oreochromis niloticus eduardianus, Oreochromis niloticus filoa, Oreochromis niloticus niloticus, Oreochromis niloticus sugutae, Oreohromis niloticus tana, dan Oreohromis niloticus vulcani.

Ikan Nila yang merupakan ikan introduksi di Indonesia ini resmi didatangkan pada tahun 1969. Sejak adanya ikan Nila di Indonesia ini, banyak masyarakat yang gemar membudidayakan ikan nila, karena ikan ini mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan serta mudah untuk dikembangbiakkan (Lasena dkk., tanpa tahun). Selain itu, tingginya nilai ekonomis ikan ini juga mendorong masyarakat untuk membudidayakannya (Nugroho, 2013).

Ikan Nila memegang peranan penting sebagai ikan konsumsi. Berdasarkan data FAO pada tahun 2005, ikan ini menempati peringkat ketiga setelah udang dan salmon. Ikan ini dimanfaatkan dagingnya yang tebal sehingga berpotensi menjadi komoditas ekspor dalam bentuk fillet ikan. Banyak olahan dari ikan ini yang juga digemari oleh masyarakat luas, sehingga permintaan pasar menjadi relatif tinggi dan mendorong petani ikan untuk meningkatkan produktivitasnya.

Citation

Bayyinatul Muchtaromah, Nur Kusmiyati, Kholifah Holil, Berry Fakhry Hanifa, Mujahidin Ahmad, Prilya Dewi Fitriasari, Lil Hanifah, Rizky Mujahidin Mulyono, Nur Izza Analisa: „Ikan (Pisces)“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, Saturday, June 1, 2024.