Logo

Search the Maliki Encyclopedia

Article Istitha’ah Kesehatan Haji

Istitha’ah Kesehatan Haji

  • Version 1.0

Ringkasan


Ibadah haji adalah salah satu ibadah yang harus dilakukan oleh muslim yang memiliki kesanggupan/mampu yang dikenal dengan istilah istitha’ah. Istitha’ah dalam hal ini termasuk kesanggupan/mampu dari aspek kesehatan. Istitha’ah kesehatan haji adalah kesanggupan dari para jemaah haji dari aspek kesehatan baik fisik maupun mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga para jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai rukun yang harus dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji.

Kesehatan Fisik Jemaah Haji


Saat memutuskan untuk mendaftar dan siap untuk menunggu keberangkatan, calon jemaah haji harus tahu semua persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji. Dari semua persyaratan itu para calon jemaah haji juga harus faham tentang konsekuensi yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaran tersebut. Masyarakat di Indonesia yang mayoritas adalah muslim juga memiliki antusisas yang tinggi untuk melakukan ibadah haji. Hal inilah yang menyebabkan daftar tunggu untuk melakasanakan ibadah haji di Indonesia sangat panjang, selain karena adanya pembatasan kuota haji. Daftar tunggu yang panjang menyebabkan waktu tunggu dari saat daftar hingga waktu keberangkatan sangat lama. Lamanya masa tunggu mengakibatkan berbagai perubahan akan terjadi pada para calon jemaah haji, terutama kondisi fisik dari para calon jemaah haji.

Ibadah haji merupakan ibadah yang membutuhkan fisik yang sehat. Beberapa rukun haji seperti wukuf, thawaf dan sa’i memerlukan fisik yang sehat untuk dapat menunaikannya. Waktu tunggu yang lama bagi jemaah haji Indonesia menjadikan banyak perubahan yang terjadi pada para jemaah, terutama secara fisik yang kemungkinan karena usia semakin tua ataupun beberapa

penyakit tertentu yang diderita. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, profil jemaah haji Indonesia pada umumnya berusia lanjut, sebagian besar termasuk golongan risiko tinggi dengan penyakit kronik dan degeneratif, sehingga angka kesakitan dan kematiannya masih cukup tinggi. Penyakit terbanyak pada jemaah haji dalam 10 tahun terakhir yaitu penyakit kardiovaskuler, infeksi pernapasan, penyakit paru obstuksi kronis (PPOK), diabetes, hipertensi, stroke, gangguan urogenital, geriatrik, psikiatri dan penyakit keganasan 1Rustika, Kusnali A, Puspasari HW, Oemiyati R, Ristrini, Musadad DA, Syam P. (2009). Penyakitpenyakit tersebut jika dalam kondisi yang parah maka syarat istitha’ah tidak dapat dipenuhi oleh para calon jemaah haji.


Kesanggupan/mampu dalam hal fisik menjadi salah satu syarat untuk berhaji, seperti yang tercantum didalam fiqih sunnah karangan Sayyid Sabiq, bahwa “para Mukallaf (muslim yang berkewajiban) hendaknya sehat badannya. Jika dia tidak sanggup menunaikan haji disebabkan tua, cacat atau karena sakit yang tidak dapat diharapkan dapat sembuh, hendaknya diwakilkan kepada orang lain jika ia memiliki harta” 2Sayyid Sabiq (2000).

Kriteria Istitha’ah Kesehatan Haji


Dalam rangka mencapai istitha’ah kesehatan haji bagi setiap jaamah haji perlu dilakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan jemaah haji sejak dini. Pembinaan kesehatan jemaah haji dalam rangka mencapai istitha’ah kesehatan jemaah haji juga dilakukan melalui beberapa tahapan pemeriksaan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi tahap pertama, tahap kedua dan tahap ketiga untuk menentukan status istitha’ah kesehatan haji bagi para jemaah haji yang secara rinci sebagai berikut 3Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016):

  1. Tahap pertama bertujuan untuk menentukan status kesehatan
  • Risiko tinggi
  • Tidak risiko tinggi
  1. Tahap kedua bertujuan untuk menentukan status istitha’ah kesehatan jemaah haji
  • Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji
  • Memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji dengan
  • pendampingan
  • Tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji untuk sementara
  • Tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji
  1. Tahap ketiga bertujuan untuk menentukan status kesehatan jemaah haji laik atau tidak laik terbang.

Kesehatan sebenarnya bisa dikatakan sebagai syarat yang harus “ada” pada proses pelaksanaan ibadah haji dan bukan merupakan syarat wajib. Berdasarkan hal tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa seseorang yang telah istitha’ah atau memiliki kesanggupan/mampu dalam hal finansial dan keamanan, akan tetapi mengalami gangguan pada kesehatannya, tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji. Apabila seseorang telah dinyatakan sehat fisik dan mental untuk melakukan perjalanan ke Baitullah dan mampu melakukan ibadah haji secara mandiri maka seseorang itu dinyatakan telah memiliki istitha’ah kesehatan haji, namun jika seseorang itu dianggap udzur syar’i karena suatu penyakit yang dialaminya atau keadaan tertentu yang dapat menghalanginya untuk berhaji secara mandiri, padahal dia memiliki kesanggupan/mampu dari aspek finansial, maka kewajiban haji atasnya tidak dianggap gugur, namun bisa ditunda dalam melaksanakan atau dibadalkan.

Notes

  • 1
    Rustika, Kusnali A, Puspasari HW, Oemiyati R, Ristrini, Musadad DA, Syam P. (2009).
  • 2
    Sayyid Sabiq (2000)
  • 3
    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016)

Bibliographical Entries

  • Sayyid Sabiq. (2000). Fikih sunnah,Terj. M. Syaf, Juz V. Bandung: PT Al-Ma’arif. Hal: 42-44
  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.
  • Rustika, Kusnali A, Puspasari HW, Oemiyati R, Ristrini, Musadad DA, Syam P. (2009). Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan jemaah haji terkait istitha’ah kesehatan di Indonesia. Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 22(4): 245-250

Citation

Anik Listiyana: Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,