Sigmund Freud: Bapak Psikoanalisis
- Version
Table of Contents

Biografi
Sigmund Freud adalah seorang nuorolog asal Austria yang mengembangkan psikoanalisis, sebuah metode untuk membongkar konflik tak sadar berdasarkan asosiasi bebas, mimpi, dan fantasi. Beberapa pemikiran Freud, terutama mengenai seksualitas anak, libido, dan ego, menjadi salah satu pemikiran akademis paling berpengaruh di abad ke-19 dan 20.
Freud lahir di kota Freiberg (yang saat ini berada di wilayah Republik Ceko) pada tanggal 6 Mei 1856. Ketika Freud berusia empat tahun, keluarganya pindah ke Wina, di mana ia akhirnya tinggal, bekerja, dan mengisi Sebagian besar sisa hidupnya. Pada tahun 1873, Freud mulai belajar ilmu kedokteran di Universitas Wina. Setelah lulus, ia bekerja di sebuah Rumah Sakit, bekerja sama dengan Josef Breuer dalam mengobati histeria dengan mengingat pengalaman menyakitkan di bawah hipnosis. Tahun 1885, Freud membuka praktik pribadi untuk menangani pasien gangguan saraf dan otak. Satu tahun berselang, Freud menikah dengan Martha Bernays dan dikaruniai enam anak. Di tahun 1902, Freud mendapatkan gelar Profesor Neuropatologi di Universitas Wina.
Setelah Perang Dunia Pertama, Freud mengurangi aktifitas di kliniknya dan berkonsentrasi pada penerapan teorinya pada bidang sejarah, seni, sastra, dan antropologi. Pada tahun 1923, ia menerbitkan karyanya dengan judul The Ego and the Id, yang menyarankan model struktural baru dari pikiran. Ia membagi psyche menjadi ‘id’, ‘ego’, dan ‘superego’. Pada tahun 1933, Nazi secara terbuka membakar sejumlah buku karya Freud. Tak lama setelah Nazi mengambil alih kekuasaan secara penuh di Austria, Freud meninggalkan Wina ke London bersama istri dan putrinya, Anna.
Pemikiran
Teori Psikoanalisis Freud berpijak pada keyakinan bahwa neurosis (penyakit syaraf) berasal dari pengalaman traumatis yang mendalam yang terjadi di masa lalu. Ia percaya bahwa kejadian yang sebenarnya telah dilupakan dan disembunyikan dari alam sadar. Perawatannya adalah dengan cara memotivasi pasien untuk mengingat pengalaman dan membawanya kembali ke alam sadar agar pengalaman tersebut dapat bertemu baik secara intelektual maupun emosional. Melalui proses ini, menurut Freud, lambat laun gejala-gejala syaraf yang dialami oleh pasien dapat dihilangkan.
Beberapa pemikiran Freud yang paling banyak dibahas yaitu:
- Id, Ego, dan Superego. Ketiganya adalah bagian terpenting dari kepribadian manusia. Id adalah ketidaksadaran primitif, impulsif, dan irasional yang berorientasi pada hasil kesenangan atau rasa sakit dan bertanggung jawab atas naluri seks dan agresi. Ego adalah “Aku” yang dilihat orang yang mengevaluasi dunia fisik dan sosial luar. Sementara itu, superego adalah suara moral dan hati nurani yang membimbing ego; melanggarnya dapat membawa pada perasaan bersalah dan cemas. Freud percaya bahwa Sebagian besar superego terbentuk dalam lima tahun pertama kehidupan berdasarkan pada standar moral orang tua; superego terus dibentuk hingga seseorang beranjak remaja dan dipengaruhi oleh orangtua, keluarga, dan masyarakat yang dijadikan sebagai panutan (role model).
- Energi Psikis. Freud meyakini bahwa id adalah sumber dasar energi psikis atau kekuatan yang menggerakkan semua proses mental. Secara khusus, ia percaya bahwa libido, atau dorongan seksual, adalah energi psikis yang menggerakkan semua tindakan manusia. Libido dimentahkan oleh Thanatos, naluri kematian yang mendorong perilaku merusak.
- Oedipus Kompleks. Menurut Freud, antara usia tiga dan lima tahun, semua anak memiliki ketertarikan secara seksual kepada orang tua dari lawan jenis dan bersaing dengan orang tua dari jenis kelamin yang sama. Teori ini diinspirasi oleh legenda Dewa Yunani Oedipus yang membunuh ayahnya agar dapat menikahi ibunya.
- Analisis Mimpi. Dalam bukunya The Interpretation of Dreams, Freud menulis bahwa orang-orang bermimpi karena suatu alasan tertentu, seperti untuk mengatasi masalah yang dihadapi pikiran secara tidak sadar dan tidak dapat ditangani secara sadar. Mimpi didorong oleh keinginan seseorang. Freud percaya bahwa dengan menganalisis mimpi dan ingatan, kita dapat memahaminya, yang secara tidak sadar dapat memengaruhi perilaku dan perasaan kita saat ini.
Freud menyatakan bahwa saat anak-anak berada dalam masa perkembangan, mereka menjalani beberapa fase psikoseksual. Pada setiap fase, energi pencarian kesenangan libido difokuskan pada bagian-bagaian tubuh yang berbeda. Lima tahap perkembangan psikoseksual adalah:
- Tahap Lisan (oral stage): Energi libido difokuskan pada mulut. Terjadi pada usia 0 sampai dengan 18 bulan.
- Tahap Anal (anal stage): Energi libido difokuskan pada anus. Terjadi pada usia 18 bulan sampai dengan 3 tahun.
- Tahap Falis (phallic stage): Energi libido difokuskan pada penis atau klitoris. Terjadi pada usia 3 sampai 6 tahun.
- Tahap Laten (latent stage): Periode ketenangan di mana seseorang mempunyai tingkat libido yang kecil. Terjadi pada usia 6 tahun hingga masa pubertas.
- Tahap Genital (genital stage): Energi libido difokuskan pada alat kelamin. Terjadi pada masa pubertas di mana organ reproduksi sudah mencapai kematangan.
Keberhasilan seorang anak menjalani setiap tahap denganbaik akan berdampak pada kepribadian yang sehat sebagai orang dewasa. Namun, jika suatu konflik tidak terselesaikan pada tahap tertentu, individu tersebut mungkin tetap terpaku atau terjebak pada titik perkembangan tertentu. Fiksasi (perasaan yang dalam) dapat mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan atau obsesi terhadap sesuatu yang berhubungan dengan fase perkembangan tersebut. Misalnya, seseorang dengan “fiksasi oral” diyakini terjebak pada tahap perkembangan lisan. Tanda-tanda fiksasi oral mungkin termasuk ketergantungan yang berlebihan pada perilaku oral seperti merokok, menggigit kuku, atau makan.
Teori Freud banyak dipengaruhi oleh penemuan ilmiah lain pada masanya. Pemahaman Darwin tentang umat manusia sebagai elemen progresif dari Kerajaan hewan, misalnya, menginspirasi penyelidikan Freud tentang perilaku manusia. Selain itu, perumusan prinsip baru oleh ilmuwan von Helmholtz yang menyatakan bahwa energi dalam sistem fisik tertentu selalu konstan mendorong penyelidikan ilmiah Freud ke pikiran manusia. Walaupun teori Freud memiliki resonansi cukup besar dalam ilmu psikologi modern, namun tal dapat dipungkiri bahwa pemikiran-pemikirannya juga banyak menuai kritik.
Salah satu kritik yang muncul adalah terkait pandangannya terhadap agama. Freud menganggap agama sebagai ilusi, penganutnya mengidap neurosis (sakit syaraf) dan bersifat infantilis. Pandangan Freud sekaligus menyatakan bahwa agama adalah sesuatu yang sia-sia, tidak berguna, dan merusak perkembangan kepribadian manusia karena keyakinan beragama hanya merupakan proses sublimasi dari konflik yang terjadi pada masa kanak-kanak antara orang tua dan anak – yang disebutnya sebagai fenomena Oedipus Complex.
Pemikiran Freud tentang agama banyak ditentang karena penganut agama yang taat sejatinya memiliki kesehatan mental, yang jauh lebih baik dari orang yang terkena ilusi dan mengidap neurosis. Ilusi dan neurosis menyebabkan manusia lebih banyak berkhayal buta untuk tidak mengabadikan dirinya bagi kemajuan peradaban dan membangun kemanusiaan. Panggung sejarah mempunyai bukti otentik peran agama dalam membangun kemanusiaan dan peradaban yang tidak dicapai oleh orang yang sakit seperti mengidap illusi dan neurosis.
Pemikiran Freud yang juga menjadi sorotan adalah terkait seksualitas. Seks bukanlah satu-satunya penentu kepribadian manusia. Manusia memiliki sejumlah kualitas insani seperti fitrah, kebebasan, serta pertanggungjawaban yang memberi kesempatan untuk memilih dan berbuat menurut keyakinan beragama. Manusia bukan korban dari dorongan libido seksual untuk menjalankan aktivitas keberagamaannya. Libido seksual tidak dapat dijadikan sebagai sumber motivasi beragama karena sifatnya yang liar, tidak terkendali, dan hanya mengejar kenikmatan material dan mengabaikan hal-hal yang bersifat spiritual sebagai salah satu potensi dasar manusia.
Psikoanalisis Sigmund Freud banyak digunakan di berbagai bidang, seperti neurobiologis, psikologi, sastra, bahkan pendidikan. Walaupun beberapa teori Freud sudah dianggap usang, sebagian teorinya masih cukup relevan dalam penelitian neurobiologis. Freud menunjukkan kepada kita bahwa dalam banyak kasus, disfungsi seksual bukanlah fenomena yang terisolasi, tetapi berakar pada konflik intrapsikis atau antarpribadi di masa lalu. Dalam bidang sastra, psikoanalisis Sigmund Freud dapat digunakan untuk mengkaji kepribadian tokoh dalam sebuah novel atau drama, dorongan psikologis penulis yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra, serta gejala-gejala kejiwaan yang dialami pembaca saat menikmati karya sastra. Sementara itu, di bidang pendidikan, teori psikoanalisis dapat dimanfaatkan saat melakukan pendekatan personal dalam menangani peserta didik yang, misalnya, memiliki sikap hiperaktif atau agresif berlebihan. Implementasi lainnya juga terlihat dalam proses Pendidikan inklusif dan pendidikan kreatif. Kedua jenis pendidikan ini mengadopsi konsep-konsep psikoanalisis dalam mengembangkan peserta didiknya.
Bibliographical Entries
- Barakatu, A. R. 2007. Kritik Terhadap Pandangan Sigmund Freud: Agama dan Implikasinya terhadap Pendidikan. Lentera Pendidikan, X(2), 153-172.
- Bertens, K. 2016. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia
- Helaluddin. 2018. Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam Pendidikan. Diakses pada 25 November 2020 dari https://www.researchgate.net/publication/323535054_Psikoanalisis_Sigmund_Freud_dan_Implikasinya_dalam_Pendidikan
- https://www.biography.com/scholar/sigmund-freud
- https://www.bbc.co.uk/history/historic_figures/freud_sigmund.shtml
- Hartmann, U. 2009. Sigmund Freud and His Impact on Our Understanding of Male Sexual Dysfunction. The Journal of Sexual Medicine, 6(8), 2332-2339.
- Cherry. K. 2019. The Life, Work, and Theories of Sigmund Freud. Diakses pada 25 November 2020 dari https://www.verywellmind.com/sigmund-freud-his-life-work-and-theories-2795860
Citation
Masrokhin: „Sigmund Freud: Bapak Psikoanalisis“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,