Roman Osipovich Jakobson: Ahli bahasa terkemuka yang juga kritikus sastra
- Version 1.0
Table of Contents

Biografi
Roman Jakobson adalah seorang ahli bahasa Rusia- Amerika dan teoritikus sastra kelahiran 11 Oktober 1896. Ia berasal dari keluarga kaya dan merupakan keturunan Yahudi. Ia belajar di Lazarev Institute of Oriental Languages dan di Fakultas Sejarah-Filologi, Universitas Moskow. Sejak muda, ia memiliki ketertarikan pada bahasa dan menjadi tokoh terkemuka di Moscow Linguistic Circle saat berstatus mahasiswa. Gerakan ini adalah salah satu dari dua gerakan pemantik Formalisme Rusia. Karya pertama Jakobson mengenai linguistik struktural menekankan bahwa tujuan linguistik historis bukanlah studi tentang perubahan terisolasi dalam bahasa namun perubahan sistematis. Pada tahun 1920 Jakobson diangkat menjadi profesor dalam bidang bahasa Rusia di Moskow.
Pada tahun 1933, Jakobson mengawali karir profesionalnya di Universitas Masaryk di Brno, Cekoslowakia, lalu menjadi profesor di bidang filologi Rusia pada tahun 1934 dan di bidang sastra abad pertengahan pada tahun 1936. Namun, situasi politik Eropa memaksanya untuk melarikan diri ke universitas-universitas di Kopenhagen, Oslo, dan Uppsala, Swedia, tempat dia bekerja sebagai profesor tamu. Pada tahun 1941, dia pindah ke New York dan mengajar di Universitas Kolombia dari tahun 1943 hingga 1949. Di sana ia tidak hanya berinteraksi dengan Claude Lévi-Strauss, namun juga berkenalan dengan banyak ahli bahasa dan antropolog Amerika seperti Franz Boas, Benjamin Whorf, dan Leonard Bloomfield. Saat pihak berwenang Amerika hendak “memulangkan” Jakobson ke Eropa, Franz Boas menyelamatkannya. Setelah perang, ia menjadi konsultan Asosiasi Bahasa Auxiliary Internasional dan memperkenalkan konsep Interlingua pada tahun 1951. Selanjutnya, ia menjadi guru besar dalam bidang bahasa dan sastra Slavia serta linguistik umum di Universitas Harvard (1949-1967).
Di masa-masa terakhir hidupnya, Jakobson berkantor di Massachusetts Institute of Technology dan ia menjadi Profesor Kehormatan Emeritus. Pada awal tahun 1960-an, ia beralih fokus pada pemahaman bahasa yang lebih komprehensif serta mulai menulis tentang ilmu komunikasi. Jakobson meninggal di Cambridge, Massachusetts pada 18 Juli 1982. Istri keduanya meninggal pada tahun 1986. Sementara itu, Istri pertamanya meninggal empat belas tahun kemudian, yaitu tahun 2000.
Pemikiran
Jakobson membawa bahasa ke garis terdepan dan mempertemukannya dengan kritik sastra. Sebelumnya, baik untuk kritik ekspresif gaya Romantis maupun mode lama yang berasal dari mimesis, bahasa diperlakukan sebagai alat pengantar substansial. Namun, Jakobson menegaskan bahwa sastra adalah bagian dari bahasa: bukan “suatu Bahasa,” namun semua bahasa. Dalam hal ini, ia mengamini pemikiran Saussure dan ahli bahasa Amerika William D. Whitney yang menekankan aspek bahasa non-organik, bukan tiruan, dan bersifat sistematis. Sebagaimana Whitney dan Saussure, Jakobson tidak tertarik pada asal mula bahasa melainkan pada komposisi struktural bahasa.
Jakobson melakukan beberapa pekerjaan penting selama dia berada di Rusia, seperti pembelaannya terhadap penyair avant-garde Rusia Velimir Khlebnikov, dengan alasan bahwa Khlebnikov lebih jelas daripada Pushkin dan lebih mengakui kesusastraan bahasa. Jakobson tidak melihat bahasa sebagai cermin atau lampu tetapi bahasa memiliki fungsi sendiri. Jakobson, misalnya, membuat argumen menarik bahwa istilah “puitis,” yang secara tradisional dianggap sebagai bagian dari studi sastra, sebenarnya merupakan bagian dari linguistik. Ini dikarenakan apa yang membuat sesuatu disebut “puitis” adalah caranya menarik perhatian kita pada “kualitas material dari tanda-tanda.” Tanda adalah sejenis objek dari rujukan aslinya. Kita dapat menyebut suatu teks adalah puisi ketika bahasanya membuat kita menyadari materialitas dari tanda-tanda itu.
Jakobson juga banyak menulis tentang perbedaan antara dua hal dalam kajian sastra: metafora dan metonimi. Metafora adalah apa yang terjadi ketika satu tanda ditempatkan sebagai pengganti tanda lain karena keduanya dianggap mirip, seperti depresi dan awan. Seseorang mungkin menggunakan metafora awan untuk menggambarkan betapa sedihnya ia belajar suatu teori dalam puisi. Sementara itu, metonimi terjadi ketika satu tanda ditempatkan sebagai pengganti tanda lain karena keduanya saling terkait. Misalnya, seseorang menggunakan istilah “Hollywood” untuk mengacu pada industri film Amerika secara keseluruhan, tetapi orang-orang tahu persis apa yang sebenarnya sedang dibicarakan karena hubungan yang kuat di antara keduanya.
Berbeda dengan George Lakoff, Jakobson tidak mengidealkan metafora dan tidak melihat metonimi sebagai landasan sosial. Jakobson mungkin memiliki kesamaan pendapat dengan filsuf dan sejarawan Jerman Hans Blumenberg, yang berpikir bahwa metafora tidak dapat ditransendensikan, bahwa apa yang ada di dalam metafora tidak dapat disaring keluar. Jakobson melihat metafora dan metonimi sebagai antinomi konstitutif; ia tidak selalu mencari sintesis di antara keduanya atau kata penyebut yang sama untuk keduanya.
Melalui pengaruhnya pada Claude Lévi- Strauss dan Roland Barthes, Jakobson menjadi tokoh penting dalam adaptasi analisis struktural terhadap disiplin ilmu di luar linguistik, termasuk filsafat, antropologi , dan teori sastra. Dipengaruhi oleh Model Organon milik Karl Bühler, ia menciptakan model untuk semua komunikasi manusia dengan membedakan enam fungsi komunikasi yang saling terkait dengan dimensi atau faktor komunikasi. Menurut Jakobson, komunikasi selalu terdiri dari enam aspek: (1) emosi atau target yang dimaksudkan pengirim; (2) konatif atau penerima; (3) estetika pesan; (4) metabahasa atau kode yang membuat pesan dapat dipahami oleh semua yang terlibat; (5) phatic sebagai bahasa interaksi antara pengirim dan penerima; dan (6) referensi konteks atau informasi kontekstual. Analisis apapun mengenai komunikasi akan berfokus pada salah satu aspek tersebut.
Enam aspek di atas selalu memiliki fungsi dominan dalam sebuah teks, biasanya terkait dengan jenis teks tertentu dan berbagai kemungkinan pengucapannya. Dalam teks sastra, misalnya, terdapat beberapa “agen”, seperti penulis empiris (nyata), penulis tersirat (kesan kita tentang penulis saat membaca teksnya), narator, tokoh, pelaku/orang yang diceritakan oleh narator, pembaca tersirat, dan pembaca empiris (nyata). Sebagai contoh, dalam interaksi yang terputus antar tokoh, disintegrasi fungsi phatic (seperti ketika dialog berubah menjadi monolog yang paralel) mungkin sesuai dengan disfungsi phatic antara penulis empiris dan pembaca dan fungsi puisi yang diaktifkan melalui disfungsi antartokoh. Dalam hal ini, fungsi phatic memiliki tema dan bersifat fiksi (hanya antar tokoh), dan fungsi puitis adalah “nyata” (berasal dari penulis yang sebenarnya dan dimaksudkan untuk dipahami oleh pembaca yang sebenarnya).
Fungsi phatic fiktif yang bertema ini merupakan cara untuk mengaktifkan fungsi puitis dalam kenyataan. Dalam puisi, fungsi yang dominan adalah fungsi puitis: fokusnya pada pesan dalam puisi itu. Ciri khas puisi menurut Jakobson adalah “proyeksi prinsip kesetaraan dari aksis seleksi ke aksis kombinasi.” Secara garis besar, ini menyiratkan bahwa puisi berhasil menggabungkan dan mengintegrasikan bentuk dan fungsi, bahwa puisi mengubah puisi tata Bahasa (grammar) menjadi tata bahasa puisi. Bagi Jakobson, yang menjadi ciri khas puisi dan membedakannya dari genre lain (sastra dan tekstual pada umumnya) bukanlah adanya fungsi puisi melainkan dominasinya. Dengan mengidentifikasi konfigurasi fungsional, misalnya dengan menentukan fungsi dominan sekunder, seseorang dapat membuat tipologi. Jakobson menyadari bahwa puisi epik berfokus pada orang ketiga, bukan puisi lirik (orang pertama) atau puisi orang kedua, yang melibatkan fungsi referensial Bahasa.
Teori Jakobson tentang fungsi komunikatif pertama kali diterbitkan dalam karyanya Closing Statements: Linguistics and Poetics. Karya-karya Jakobson lain yang terkenal antara lain On Linguistic Aspects of Translation, The Framework of Language, Questions de Poetique, Six Lectures of Sound and Meaning, The Framework of Language, The Sound Shape of Language, Verbal Art, Verbal Sign, Verbal Time, Language in Literature, dan Shifters and Verbal Categories on Language.
Dagmar Valentovičová dan Ľubica Varečková pada tahun 2013 mengulas pemikiran Jakobson dalam karyanya berjuul Aesthetic Aspect of Roman Jakobson’s Communication Theory. Artikel ini menyajikan teori Jakobson tentang tanda komunikasi, struktur dan faktor komunikasi fungsional, serta komponen individu dalam komunikasi. Kecuali untuk teks komunikologis teoritis inti dari Jakobson, kajian ini juga dibuat berdasarkan simpulan analisis linguistik Jakobson pada teks sastra avant-garde, yang ditujukan pada fungsi puitisnya dan menyajikan esensi pandangan estetika Roman Jakobson. Menurutnya, sastra memiliki konvensi baru penggunaan tanda, di mana tanda artistik digunakan dengan cara yang baru dan inovatif sehingga tercipta hubungan yang berbeda antara penunjuk dan yang ditandakan dibanding dengan penggunaannya sehari-hari.
Menurut Jakobson, inovasi memainkan fungsi estetika dalam seni avant-garde, terutama saat perubahan kode artistik turut mengubah arah perkembangan aliran avant-garde di awal abad ke-20. Seperti yang ditunjukkan oleh Jakobson, baik dalam tulisannya tentang avant-garde Rusia dan Ceko serta berbagai karya linguistik yang diciptakan dimanapun ia bekerja, ia fokus pada tingkat, skala, atau cakupan ekspresi. Bukan makna semantik dari kata-kata yang ada dalam kesusastraan yang memiliki makna puitis, tetapi komponen dasar dari kata dan fonem, tanpa hubungan semantik apapun, yang menjadi fokus kajiannya.
Walaupun cukup brilian, pemikiran Jakobson mengenai bahasa dan sastra tidak luput dari kritik. Michael Riffaterre, misalnya, dalam tulisannya yang bertajuk Describing Poetic Structures: Two Approaches to Baudelaire’s “Les Chats” di tahun 1966 menyajikan dua argumen yang berseberangan dengan analisis Jakobson dan Levi-Strauss mengenai soneta karya Baudelaire. Riffaterre mengakui bahwa pendekatan Jakobson dan Levi-Strauss sangatlah tepat dan istilah-istilah yang dipakai sudah benar secara empiris. Mereka juga telah berhasil mengidentifikasi tata bahasa penting dalam sonata tersebut. Namun, Riffaterre berargumen bahwa model struktural yang dipakai oleh dua pakar tersebut sama sekali tidak akurat bila dilihat dari sisi pengalaman pembaca. Ia berpendapat bahwa dengan memberikan perhatian yang sama tanpa pengukuran yang pasti terhadap perilaku elemen konvensional dari struktur metris dan pola suara saat berinteraksi dengan kognisi yang berlawanan dalam sintaksis, tata bahasa, atau metafora, Jakobson dan Levi-Strauss telah sengaja mengusung suatu konsep yang belakangan dikenal dengan istiah “Superpoem,” yaitu sesuatu yang eksis namun tidak merepresentasikan pengalaman nyata membaca.
Untuk merespon “ide” tentang Superpoem, Rifaterre mengajukan konsep mengenai “Superreader.” Individu yang tergolong dalam Superreader diharapkan mampu keluar dari hubungan yang intens antara teks dan pembaca dalam suatu siklus komunikasi serta memilih elemen-elemen dari struktur puisi yang menurutnya tidak sesuai dengan kondisi teks, kepercayaan dan praktik ex-cathedra penulisnya, posisinya dalam intertekstual bahasa di karya puisi maupun non-puisi, serta interpretasi lain yang telah dibuat oleh kolega-koleganya.
Bibliographical Entries
- Jakobson, R. & Halle, M. (2002). Fundamentals of language. Berlin: Mouton de Gruyter.
- Jakobson, R. (1987). Language in literature. Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University.
- Jakobson, R. (1960). Linguistics and poetics. Cambridge: The Massachusetts Institute of Technology Press.
- Jakobson, R. (1990). On language. Cambridge: Harvard University Press.
- Jakobson, R. (1980). Poetry of grammar and grammar of poetry: (Excerpts). Cambridge: The Massachusetts Institute of Technology and Harvard University Press.
- Jakobson, R. (1980). The framework of language. Michigan: Graduate School of University of Michigan.
- Jakobson, R. (1985). Verbal art, verbal sign, verbal time. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Citation
Prima Purbasari: „Roman Osipovich Jakobson: Ahli bahasa terkemuka yang juga kritikus sastra“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,