Logo

Search the Maliki Encyclopedia

Article Jonathan Culler: Penggagas Poetika Strukturalis dan Kompetensi Sastra

Jonathan Culler: Penggagas Poetika Strukturalis dan Kompetensi Sastra

Biografi

Jonathan Culler adalah kritikus sastra kelahiran 1 Oktober 1944 di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat. Culler merupakan guru besar bidang bahasa Inggris dan sastra bandingan di Universitas Cornell. Culler merupakan profesor yang memiliki dedikasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan khususnya bidang sastra. Hal ini terbukti dari karya-karyanya yang banyak mengkaji strukturalisme, teori sastra, dan kritik sastra. Selain itu, kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan juga ditunjukkan dari Riwayat pendidikannya.

Culler menempuh studi sarjana di Universitas Harvard pada bidang sejarah dan sastra pada tahun 1966. Dengan beasiswa Rhodes, dia melanjutkan kuliah program master pada tahun 1986 di St. John’s College, Universitas Oxford, dan menekuni bidang komparasi sastra. Adapun gelar Dr.Phil di bidang Bahasa Modern diperolehnya pada tahun 1972 melalui kajian tentang fenomenologi, strukturalisme, dan kritik sastra. Tesis Culler mengeksplorasi karya Maurice Merleau-Ponty dan kritik terhadap Madzhab Jenewa menggunakan gagasan Lévi-Strauss, Roland Barthes, dan Ferdinand de Saussure. Adapun disertasinya mengkaji tentang Strukturalisme: Pengembangan Model Linguistik dan Aplikasinya pada Studi Sastra. Hasil penelitian doktoral inilah yang kemudian ditulis ulang menjadi sebuah buku yang sangat berpengaruh dalam karirnya, yakni Structuralist Poetics pada tahun 1975.

Culler merupakan seorang strukturalis Bahasa Prancis dan Direktur Studi Bahasa Modern di Selwyn College, Universitas Cambridge, pada tahun 1969-1974. Ia kemudian menjadi dosen bahasa Prancis di Brasenose College, Oxford, dari tahun 1974 hingga 1977. Selanjutnya, Culler diangkat menjadi Profesor tamu pada bidang Sastra Prancis dan Sastra Bandingan di Universitas Yale pada tahun 1975. Culler juga merupakan presiden dari Semiotic Society of America (1988), American Comparative Literature Association (1999-2001), Sekretaris American Council of Learned Societies (2013-2017), dan Ketua New York Council for the Humanities (2016-2017). Culler terpilih sebagai anggota American Academy of Arts and Sciences (2001) dan American Philosophical Society (2006). Kejayaan karirnya telah membuahkan beberapa penghargaan. Salah satunya, Culler memenangkan penghargaan James Russell Lowel dari Modern Language Association of America pada tahun 1976 untuk bukunya yang berjudul Structuralist Poetics: Structuralism, Linguistics, and the Study of Literature.

Kontribusi Culler terhadap sastra dituangkannya dalam beberapa buku, seperti Literary Theory: A Very Short Introduction yang mendapatkan pujian atas organisasi penulisannya yang inovatif. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa. Alih-alih membahas tentang mazhab kritis dan metode analisisnya, delapan bab dalam buku ini lebih banyak mengkaji masalah-masalah dalam teori sastra. Selanjutnya, dalam buku The Literary in Theory (2007), Culler membahas tentang pengertian teori dan peran sejarah sastra dalam ranah yang lebih besar dari teori sastra dan budaya. Culler mendefinisikan teori sebagai badan kerja interdisipliner termasuk linguistik strukturalis, antropologi, Marxisme, semiotika, psikoanalisis, dan kritik sastra. Adapun bukunya yang bertajuk The Theory of the Lyric (2015) mengeksplorasi parameter utama genre dari dua model dominan: lirik sebagai ekspresi intens dari pengalaman afektif pengarang dan lirik sebagai representasi fiksi dari tindak tutur persona. Menurut Culler, kedua model ini sangat membatasi dan mengabaikan kekhasan lirik puisi.

Pemikiran

Jonathan Culler merupakan salah satu tokoh penting strukturalisme sastra. Ia meyakini bahwa bahasa, budaya, dan fenomena sastra memiliki sistem yang beroperasi dan memiliki makna. Strukturalisme berfokus pada analisis bahasa dan masyarakat. Strukturalisme berpendapat bahwa ranah spesifik dari sastra dan budaya dapat dipahami melalui struktur bahasa. Culler mendefenisikan strukturalisme sebagai teori yang bertumpu pada realisasi bahwa tindakan atau produksi manusia memiliki makna dan bahwa terdapat suatu “sistem” yang memungkinkan makna tersebut hadir.

Culler memposisikan bahasa dan kebudayaan manusia dengan cara yang sama. Culler percaya bahwa model linguistik-strukturalis dapat membantu “merumuskan aturan dari sistem konvensi tertentu daripada sekadar menegaskan keberadaannya.” Dia berpendapat bahwa linguistik bisa digunakan untuk menganalisis kebudayaan manusia dengan dua alasan. Pertama, bahwa fenomena sosial dan kultural adalah objek atau kejadian yang bermakna. Kedua, bahwa fenomena sosial dan kultural tidak memiliki esensi tetapi didefinisikan oleh jejaring hubungan. Paham strukturalisme meyakini bahwa jika tindakan individu memiliki makna, maka terdapat system atau seperangkat aturan yang mengikuti tindakan tersebut sehingga menciptakan makna. Culler menyatakan bahwa suatu tindakan akan berarti hanya jika ia berhubungan dengan seperangkat institusi konvensional.

Culler berupaya mengasimilasikan strukturalisme Prancis dengan perspektif kritik Inggris dan Amerika. Dia menerima premis bahwa linguistik memberikan model yang paling baik bagi ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Culler mendukung pembedaan Noam Chomsky antara kompetensi (competence) dan performa (performance). Menurut Culler, konsep kompetensi Chomsky sangat dekat hubungannya dengan penutur bahasa karena titik permulaan untuk pengertian Bahasa adalah kemampuan penutur asli untuk menghasilkan dan menguasai kalimat-kalimat yang terbentuk atas dasar pengetahuan sistem bahasa secara tidak sadar.

Culler menekankan pentingnya perspektif kompetensi ala Chomsky ini dalam teori kesusastraan. Culler menyatakan bahwa “Objek poetika yang nyata bukan karya itu sendiri, melainkan kemampuan pemahamannya. Pembaca harus berusaha menerangkan bagaimana karya sastra itu dapat dipahami; pengetahuan yang implisit, konvensi-konvensi yang memungkinkan para pembaca memahaminya, harus dirumuskan….” Culler sejatinya hendak menggeser fokus dari teks kepada pembaca. Dapat ditentukan aturan-aturan yang menguasai penafsiran teks, tetapi bukan aturan-aturan yang menguasai penulisan teks. Meski demikian, Culler memperingatkan untuk tidak menerapkan perspektif linguistik langsung pada pembacaan sastra. Sebaliknya, “tata bahasa sastra” diubah menjadi struktur dan makna sastra. Strukturalisme didefinisikan sebagai teori yang bertumpu pada kesadaran bahwa jika tindakan atau produksi manusia memiliki makna maka pasti terdapat sistem yang mendasari pemaknaan karena ucapan memiliki makna hanya dalam konteks sistem aturan

dan konvensi yang telah ada sebelumnya.

Culler menggagas sebuah konsep yang dikenal sebagai poetika struktural. Poetika struktural bukanlah suatu kesatuan organis yang menjadi standar nilai namun suatu hipotesis tentang teknik pembacaan intens Dimana seseorang terlibat dalam pembacaan teks secara intens sehingga produk finalnya mampu menyingkap secara sistematis apa yang ada di balik teks. Culler mengajukan operasionalisasi pembacaan intens dalam kritik strukturalisme terhadap sajak dan novel. Ia menyatakan bahwa pembacaan intens terhadap sajak berfokus pada empat aspek, yaitu deixis dan distance, organic wholes, theme dan epiphany, dan resistance dan recuperation. Sementara itu, pembacaan intens terhadap novel berfokus pada enam aspek, yaitu lisibilité dan illisibilité, narrative contracts, codes, theme dan symbol, plot, dan character.

  1. Deixis dapat dipahami sebagai fitur-fitur orientasional bahasa yang terkait dengan situasi ujaran, seperti “aku”, “kau”, dan subjek lain yang terlibat di dalam teks, kata tertentu yang dapat merujuk pada konteks di luar teks, keterangan waktu, dan lain-lain. Sedangkan distance bermakna jarak antara pembaca dan penyair. Di satusisi, pembaca strukturalis menekankan independensi teks sehingga dapat menciptakan figur persona fiktif, namun di sisi lain pembaca mustahil lepas dari bayang- bayang penyair. Proses demikian disebut naturalisasi, saat di mana terjadi tarik ulur jarak antara pembaca dan bayang-bayang pencipta dalam proses pembacaan teks;
  2. Organic wholes dapat diartikan sebagai ekspektasi pembaca yang secara alami menganggap dan mengoperasikan setiap bagian dari teks sebagai bagian integral dari keseluruhan teks. Ekpektasi akan totalitas atau koherensi suatu teks selalu terjadi dalam setiappembacaan sajak;
  3. Theme dan epiphany merujuk pada konvensi atau ekspektasi pembaca terhadap teks. Pembaca selalu, tanpa disadari, membaca teks sajak dengan asumsi bahwa teks tersebut, baik sederhana maupun kompleks, memiliki potensi keindahan. Oleh sebab itu, pembacaan sajak lebih merupakan suatu proses pencarian letak estetika sajak sehingga secara tidak sadar melembagakan teks tersebut sebagai sajak. Lalu terjadilah apa yang disebut dengan epiphany (kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai “momen tercerahkan”) sehingga signifikansi tematis menjadi terproduksi. Misalnya, pada kasus pembacaan sajak Robert Frost “The Road not Taken”. Karena pembaca menganggap teks tersebut adalah sajak, maka peristiwa pemilihan jalan bercabang di sebuah hutan dapat memproduksi signifikansi tematik akan simbol pilihan hidup yang berimplikasi pada perbedaan jalan kehidupan berikutnya.
  4. Resistance mengacu pada kemampuan sajak dalam memperlambat kejelasan makna yang diproduksi lewat permainan gaya bahasa dan format penulisan. Saat pembaca mulai memahami kekaburan ini, maka ia mengalami recuperation atau penyadaran dari dunia yang sebelumnya kabur dan mungkin ambigu. Hal ini juga berlaku pada permainan tipografi semisal dalam sajak Sutardji Calzoum Bachri “Tragedi Winka Sihka” yang berbentuk huruf Z yang mungkin ditafsir oleh kaum strukturalis sebagai esensi sajak tersebut: sajak tersebut berakhir (“Z” adalah huruf terakhir) di tempat tidur (“Z” adalah simbol komikal universal dengkur orang tidur). Kaum strukturalis melihat tipografi sajak “Tragedi Winka dan Sihka” sebagai petunjuk untuk menyusun konteks pembacaan.
  5. Lisibilité dan illisibilité terkait dengan koherensi dan kelogisan hubungan antara plot, tema, dan tokoh yang ada di dalam sebuah novel sebagai acuan penafsiran pada dunia yang sebenarnya. Misalnya, pada novel “Khotbah di atas Bukit” karya Kuntowijoyo, bisa jadi muncul analisis bahwa Barman (metatesis dari Brahman, Pandita), seorang tokoh yang sudah tua, akhirnya mendapat pencerahan dan tidak memedulikan lagi Popi (permainan kata dari istilah “pop”, “populer”, disukai banyak orang, kesenangan), seorang tokoh yang masih muda. Barman lalu menjadi seseorang yang dianggap suci dan memperoleh pengikut walaupun kemudian pengikutnya kecewa karena khotbah Barman di atas bukit tidak menyiratkan pesan yang jelas. Barman ditafsirkan sebagai metatesis dari Brahman karena mirip kata dan usia Barman yang sudah tua. Tua dianggap sebagai fase tercerahkan di dalam hidup seseorang. Sedangkan Popi ditafsirkan sebagai pop adalah karena ia sesuatu yang ditinggalkan oleh seorang pandit: kesenangan hidup. Inti dari cerita adalah bahwa ‘pencerahan tidaklah mudah disampaikan kepada orang lain’ sebagaimana pengikut Barman yang merasa tidak mendapatkan apa-apa sepeninggal Barman.
  6. Narrative contracts adalah struktur naratif pada karya fiksi yang meliputi tiga hal, yaitu deduksi dan keterkaitan model yang ditampilkan narator dalam novel, cara narator membentuk dunia novel yang bisa dibayangkan oleh pembaca, dan bagaimana posisi narator dalam membawa pembaca memperoleh makna.
  7. Codes adalah hal-hal dalam novel yang terkait dengan latar budaya, pemahaman sebab-akibat, pengetahuan fitur-fitur semantis, pembacaan simbolis, dan tema.
  8. Plot dapat diartikan sebagai susunan peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat. Salah satu fungsi utama kalimat adalah untuk menjadikan struktur yang secara kasar harus sama dan berkaitan dalam plot suatu teks cerita.
  9. Theme dan Symbol merupakan dua aspek yang saling terkait. Culler meyakini bahwa kondensasi simbolis muncul karena adanya oposisi tematis. Pada novel “The Old Man and The Sea” karya Ernest Hemingway, misalnya, dapat dikatakan bahwa kehidupan adalah misteri karena kisah pergulatan di dalamnya menampilkan oposisi tematis kehidupan Santiago antara beruntung atau sial, menjadi jagoan atau pecundang.
  10. Character merupakan persona fiktif yang digambarkan atau dihidupkan di dalam karya sastra rekaan. Kaum strukturalis menganalisis para tokoh sebagai salah satu unsur penting dalam novel. Meski demikian, Culler menilai bahwa kaum strukturalis hanya menghakimi seorang tokoh berdasarkan definisi kultural. Saat pembaca strukturalis menjelaskan seorang tokoh sebagai penjahat, sebenarnya atribut-atribut mengenai penjahat yang didefinisikan oleh pemodelan kultural pembaca-lah yang bermain. Namun, hal ini memang tidak bisa dihindari mengingat penjabaran tokoh dalam novel tidak bisa dijelaskan dengan detil dan karena adanya kebutuhan cerita untuk menampilkan tokoh jahat dan tokoh baik.

Pemikiran Culler yang juga menarik di kalangan kritikus sastra adalah ajakannya menggunakan teori sastra bukan dalam rangka memahami teks melainkan untuk menyelidiki aktivitas interpretasi. Culler menyatakan bahwa teori sastra yang sesungguhnya haruslah bersifat semiotik, harus menganggap sastra sebagai sistem tanda. Dalam konteks ini tugas semiotik bukanlah mendeskripsikan tanda -tanda tertentu melainkan memerikan konvensi-konvensi yang melandasi ragam perilaku karya. Semiotika sastra mencoba menekankan konvensi-konvensi yang memungkinkan adanya makna atau mencari kode-kode yang ada dalam karya sastra.

Pengikut ajaran poetika strukturalis Culler meyakini bahwa struktur bahasa menghasilkan “realitas” yang mengarah pada “demistifikasi” sastra. Dengan demikian, sumber (pe)makna(an) bukan lagi pengalaman pengarang atau pembaca, melainkan operasi dan oposisi yang menguasai bahasa. Makna bukan lagi ditentukan oleh individu, melainkan oleh sistem yang menguasai individu. Inti strukturalisme terletak pada “ambisi” ilmiahnya untuk menemukan kode, aturan, sistem yang mendasari semua praktik sosial dan kebudayaan manusia, termasuk di dalamnya kesusasteraan.

Bibliographical Entries

  • Culler, J. 1997. Literary theory: a very short introduction. New York: Oxford University Press.
  • Teeuw, A. 1984. Sastra dan ilmu sastra: pengantar teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya
  • Culler, J. 1975. Structuralist poetics: Structuralism, linguistics, and the study of literature. London: Routledge and Kegan Paul.
  • Culler, J. 2007. The literary in theory. Stanford: Stanford University Press.
  • Culler, J. 2015. Theory of the lyric. Cambridge: Harvard University Press.

Citation

Mazroatul Ishlahiyah: „Jonathan Culler: Penggagas Poetika Strukturalis dan Kompetensi Sastra“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,