Logo

Search the Maliki Encyclopedia

Article Carl Gustav Jung: Melihat sastra dari perspektif arketipe dan psikologi

Carl Gustav Jung: Melihat sastra dari perspektif arketipe dan psikologi

  • Version 1.0

Biografi

Carl Gustav Jung lahir di Kesswil, Swiss pada tanggal 26 Juli 1875. Ia adalah putra tunggal pendeta Protestan yang bernama Johann Jung dan istrinya Emilie Preswerk. Jung dibesarkan di Klein-Huningen, sebuah desa dekat Basel dan menyelesaikan pendiikan dasarnya di tempat tersebut, sebelum kemudian melanjutkan studinya di Universitas Basel dari tahun 1895 sampai 1900. Pada tahun 1903, Jung menikahi Emma Rauschenbach dan dikaruniai 5 orang anak. Ketika melanjutkan pascasarjana, Jung belajar dan menulis tentang psikologi paranormal. Setelah beberapa tahun magang psikiatri di Zurich dan satu tahun belajar di Paris, Jung bertemu dan bergabung dengan Sigmund Freud dan lingkarannya di Wina sebagai editor jurnal psikoanalitik dan sebagai presiden pertama Asosiasi Psikoanalitik Internasional. Namun, pada tahun 1911, Jung menerbitkan bagian pertama dari The Psychology of the Unconciousness, di mana dia tidak menyetujui teori panseksualitas nya Freud. Sejak itu hubungan persahabatan keduanya terputus.

Setelah bertugas di Perang Dunia I, Jung menulis sebuah karya besar berjudul Psychology Types pada tahun 1921, di mana ia mengungkapkan teorinya tentang ketidaksadaran pribadi dan kolektif, arketipe, dan proses individuasi. Jung mulai melakukan perjalanan untuk menguji universalitas teorinya tentang arketipe, dengan mengunjungi suku Indian Pueblo di New Mexico pada tahun 1925, suku Elgonyi di Afrika timur pada tahun 1926, dan sebagian India pada tahun 1937. Ketertarikannya pada efek religius pada psikologi tumbuh selama bertahun-tahun, yang berpuncak pada penyampaian materi kuliahnya di Yale pada tahun 1937 dengan judul Psychology and Religion, dan disusul dengan Answer to Job pada tahun 1952.

Minat terbaru Jung dengan isu-isu terkini meliputi kajian tentang Kristen, Yudaisme, Gnostisisme, agama- agama Timur, dan alkimia. Setelah mendirikan Institut Jungian di Zurich pada tahun 1948, Jung terus menulis kumpulan karyanya yang mulai terbit pada tahun 1953, hingga kematiannya pada tanggal 6 Juni 1961 di Zurich. Semasa hidup Jung menghasilkan banyak sekali karya ilmiah, di antaranya adalah Psychological Types; The Structure and Dynamics of the Psyche; The Archetypes and the Collective; Psychology and Religion; Psychology and Alchemy; Alchemical Studies; and The Spirit of Man, Art, and Literature.

Pemikiran

Jung sangat dipengaruhi oleh keluarganya yang taat dalam agama. Warisan religius inilah yang kemudian hari sangat mempengaruhi Jung dan ketertarikannya yang besar terhadap masalah-masalah agama dalam psikologinya dan menciptakan psikologi artepis tentang ketuhanan. Selain itu Jung juga sedikit banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Friedrich Nietzche. Sama halnya dengan Jung, Nietzche berasal dari keluarga beragama dan keduanya tertarik dalam psikologi agama. Pemikiran Nietzhe tentang inisiasi individu dalam Zarathustra parallel dengan konsep individuasi Jung.

Dalam buku kumpulan karya Jung Volume 15 yang berjudul Spirit in Man, Art, and Literature terdapat pemikiran Jung tentang sastra. Psychology and Literature adalah analisis Jung tentang seni, seniman, dan proses kreatif. Jung membenarkan Psikologi untuk mempelajari sastra karena semua pemikiran dan ekspresi berasal dari jiwa manusia. Ada dua poin penting yang dibahas. Yang pertama adalah perbedaan antara karya seni dengan kehidupan seniman. Jung menjelaskan dengan dua set analisis, yang satu melalui “prestasi artistik yang konkret” dan satunya lagi melalui “manusia yang hidup dan kreatif.” Dalam pandangan Jung, meskipun seseorang dapat belajar tentang seni dari seniman, atau sebaliknya, dia tidak dapat mencapai jawaban yang lengkap dan konklusif tentang keduanya. Poin kedua yang disampaikan Jung berkaitan dengan sulitnya memahami kreativitas itu sendiri. Gagasannya mengindikasikan bahwa tindakan kreatif akan “selamanya luput dari pemahaman manusia”. Tindakan kreatif dapat dijelaskan melalui manifestasinya, tetapi tidak pernah dapat sepenuhnya dipahami.

Jung membagi karya seni menjadi dua kategori: psikologis dan visioner. Seni psikologis “berurusan dengan materi yang diambil dari alam kesadaran manusia”. Ini mewakili hal-hal yang dialami dan dipahami oleh jiwa manusia. Pengalaman, harapan, kegagalan, dan gairah sehari-hari berada dalam kategori ini. Seni visioner sulit untuk didefinisikan karena secara harfiah merupakan seni yang asing. Contoh materi visioner mencakup hal-hal yang mempengaruhi atau mengukur rentang waktu yang sangat besar yang memisahkan manusia dari waktu sebelum era manusia, atau “pengalaman primordial yang melampaui pemahaman manusia”. Jung kemudian menggunakan bahasa yang menunjukkan bahwa seni visioner menghilangkan individu dari upaya artistiknya dan menciptakan sesuatu yang menyentuh ketidaksadaran kolektif umat manusia. Apa yang penting untuk studi sastra adalah bahwa manifestasi dari ketidaksadaran kolektif adalah kompensasi dari sikap sadar.

Jung mengulas psikologi dan neurosis Freudian dalam upayanya untuk memisahkan seniman dari pekerjaan mereka. Jung menduga bahwa jika pengalaman pribadi adalah yang utama, maka penglihatan menjadi sekunder. Selanjutnya, penglihatan tersebut kemudian menjadi manifestasi dari keadaan neurotik. Visi direduksi menjadi fungsi kausal dan seni, terutama jika mengganggu, dikaitkan dengan seniman. Jung membantah gagasan ini karena seni membawa manfaatnya sendiri. Seni mengkomunikasikan pesan dengan adanya atau tanpa adanya seniman. Karena itu, Jung menyatakan bahwa kita perlu menganggap penglihatan itu setara dengan pengalaman, bukan sebagai perwujudan sekunder.

Jung menganggap visi tersebut sebagai “ekspresi simbolik sejati, ekspresi dari sesuatu yang ada dalam diri itu sendiri, tetapi tidak diketahui secara sempurna” Visi tersebut mengisyaratkan bahwa perasaan manusia membantu memahami apa yang diketahui, tetapi intuisi manusialah yang menunjuk pada “hal-hal yang tidak diketahui dan tersembunyi” atau hal-hal yang rahasia. Dengan penglihatan, orang mungkin dengan sengaja menahannya jika mereka menjadi terlalu dominan. Seni visioner cenderung memunculkan pertanyaan yang lebih dalam seperti apakah ada sesuatu di luar dunia manusia, atau sifat tuhan dan tempat manusia di alam semesta, atau bahkan jika ada “kebutuhan manusia yang berbahaya dan tidak dapat dihindari.” Tidak jarang orang ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Jung menyarankan agar semua orang berbagi memori dan pengalaman primordial hasil dari proses evolusi. Mirip dengan ketika atribut fisik dibawa maju, begitu pula atribut jiwa. Ia menggunakan istilah ketidaksadaran kolektif untuk menandakan gagasan ini dan dia menyarankan bahwa itu adalah sumber puisi yang bagus. Jung juga menyatakan secara spesifik, “Pengalaman primordial adalah sumber kreativitas [para seniman]; ia tidak dapat dipahami, dan karena itu membutuhkan gambaran mitologis untuk memberinya bentuk.” Ringkasan terakhir dari visi dan seni visioner adalah bahwa hal itu sulit untuk diidentifikasi. Visi tersebut perlu diidentifikasi dan dianalisis secara terpisah dari senimannya. Visi tersebut memanfaatkan ketidaksadaran kolektif dan pengalaman primordial yang saling dimiliki tetapi tidak dapat sepenuhnya disadari maupun dijelaskan. Dalam visi inilah seniman mengekspresikan ide-ide yang mewakili keseluruhan manusia daripada diri pribadi.

Jung mengidentifikasi bahwa seni tidak boleh tentang manusia, tetapi manusia yang berbicara kepada roh dan “hati umat manusia”. Jung menjelaskan bahwa jika sebuah karya seni adalah tentang seorang individu, maka represi dan neurosis harus ditinjau ulang. Ini adalah keyakinannya bahwa semakin banyak kehidupan individu memasuki sebuah karya, semakin kurang artistik karya tersebut. Jung mencatat dualitas manusia. Satu sisi menjadi manusia dengan kehidupan personal dan sisi lainnya adalah impersonal yang memiliki proses kreatif. Ia juga mengidentifikasi dualitas seniman yang menginginkan keamanan dan kebahagiaan terhadap kebutuhan mereka yang luar biasa untuk berkreasi

Jung menyimpulkan dengan membandingkan sebuah karya seni yang hebat dengan sebuah mimpi: “Itu tidak menjelaskan dirinya sendiri… dan kita harus menarik kesimpulan kita sendiri”. Jung juga menggunakan istilah mistik partisipasi yang berarti seniman menciptakan dan hidup sebagai anggota umat manusia, bukan individu, yang berbicara kepada kemanusiaan. Interpretasi akhir dari karya Jung dapat diringkas bahwa seni yang hebat terdiri dari tindakan yang disengaja, memasuki ketidaksadaran kolektif, dan mendorong orang yang menikmati untuk merefleksikan dan merenungkan pertanyaan besar dan utama.

Meski demikian, pemikiran brilian Jung tidak terlepas dari kritik. Dawson memberikan pendapat bahwa interpretasi sastra Jung bersifat emosional, sewenang- wenang, dan kekurangan prinsip estetika. Pembacaannya tentang Ulysses karya Joyce, misalnya, ditemukan tidak konsisten dan kurang cermat dalam analisis tekstual, dan pernyataannya tentang novel Hiawatha dan Rider Haggard hampir sama sekali kurang dalam evaluasi atau minat sastra. Seorang kritkus berpendapat esai Jung tentang sastra “tidak memberikan kontribusi apa pun bagi pemahamannya tentang salah satu dari sedikit teks yang dia kutip.” Dawson juga menyebutkan bahwa Jung sering mereduksi subjek komplek. Kecenderungan mereduksi nya tentu saja berasal dari minat Jung dalam sastra semata mata sebagai sumber untuk memverifikasi atau memberikan contoh metode dan teori psikologisnya.

Sementara itu, pengidola Jung sangat bersemangat untuk mendiskusikan makna simbol arketipe dalam sastra dan mimpi sehingga mereka gagal menjawab keberatan tokoh strukturalis dan pasca-strukturalis bahwa semua bahasa adalah simbolik, bahwa bahasa mendahului kebenaran (bahkan kebenaran mitis), dan tidak ada apa pun di luar bahasa. Keberatan semacam itu memaksa para Jungian dan pendukungnya seperti Northrop Frye memberikan teori dan metode interpretasi untuk menunjukkan bagaimana mereka memperoleh signifikansi (psikologis atau sebaliknya) dari teks sastra.

Dengan munculnya kritik kontekstual (atau studi budaya) dan fokusnya pada ras, jenis kelamin, dan kelas, pengungkapan kritik arketipe tentang kesamaan tidak memenuhi kriteria baru tentang keberagaman. Kritikus feminis juga menemukan begitu banyak contoh patriarki dalam plot dongeng, narasi pencarian, dan novel abad kesembilan belas sehingga beberapa bahkan menyimpulkan bahwa narasi arketipe pada dasarnya anti-feminin. Kelima, kritik Jung terutama bersifat psikologis atau antropologis, dan dengan demikian kurang dalam minat dan standar sastra secara khusus.

Pemikiran Jung banyak dikaji dalam buku, teks artikel, dan penelitian. Dobson misalnya menuliskan pemikirannya tentang pemikiran Jung yang berkaitan dengan arketipe teori sastra dan perbandingan teori sastra tokoh lainnya dalam post-modern era. Sedangkan Rowland, ia mengkaji bagaimana ilmu pengetahuan sastra dapat berkontribusi pada perdebatan klinis dengan menawarkan metode yang berbeda dalam membaca dan menafsirkan melalui teori pemikiran Jung. Pemikiran Jung dipakai untuk menanggapi tiga krisis terkait yang masih dihadapi para klinisi dan cendekiawan saat ini: peran problematis dari mitos pahlawan sebagai narasi individuasi, hakikat ‘sains’, dan krisis modernitas barat yang membutuhkan penyembuhan jiwa. Sedangkan Radford dan Wilson mengkaji pengaruh aspek tentakuler dari Jung terhadap penciptaan sastra.

Bibliographical Entries

  • Dobson, D. (2005). Archetypal literary theory in the postmodern era. Journal of Jungian Scholarly Studies, 1(1), 1–16. https://doi.org/10.29173/jjs91s
  • Casement, A. (2001). Carl Gustav Jung. London: SAGE Publication Ltd.
  • Mike Busby's School of Photography. (2020). Carl Jung: Psychology and literature. Dalam https://busbywc.blogspot.com/2016/12/carl- jung-psychology-and-literature.html. Diakses 23 November 2020.
  • Leigh, D. J. (2011). Carl Jung’s archetypal psychology, literature, and ultimate meaning. Ultimate Reality and Meaning, 34(1–2), 95–112. https://doi.org/10.3138/uram.34.1-2.95
  • Jung, C. G. H. (2014). Collected works of C. G. Jung. Collected Works of C.G. Jung, Volume 15: Spirit in Man, Art, And Literature. https://doi.org/10.1515/9781400850884
  • Dawson, T. (2008). Literary criticism and analytical psychology. The Cambridge Companion to Jung, Edisi Mei, 269–298. https://doi.org/10.1017/CCOL9780521865999.014
  • Radford, F. L., & Wilson, R. R. (1982). Some phases of the jungian moon: Jung’s influence on modern literature. ESC: English Studies in Canada, 8(3), 311– 332. https://doi.org/10.1353/esc.1982.0034

Citation

Asis Wahyudi: „Carl Gustav Jung: Melihat sastra dari perspektif arketipe dan psikologi“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,